Total Tayangan Halaman

Senin, 17 Januari 2011

Gubernur Aceh ajukan kembali Raqan Pilkada ke DPRA

Gubernur Aceh Irwandi Yusuf mengajukan kembali Rancangan Qanun (Raqan) tentang Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota kepada DPRA, Senin (17/01/2011). Namun materinya tak jauh beda dengan qanun yang sama sebelumnya, dimana persyaratan dukungan bagi calon independen sebesar 3% dari jumlah penduduk.
Kepala Biro hukum dan Humasy Setda Aceh Makmur Ibrahim, SH didampingi dua staf ahli gubernur, Mawardi Ismail,SH dan M Jafar, SH mengatakan, penyampaian kembali raqan tersebut ke DPRA merupakan komitmen Gubernur untuk menyikapi secara cepat terhadap Keputusan MK Nomor : 35/PUU-VIII/2011 Tanggal 30 Desember 2010, yang mengabulkan gugatan pemohon terhadap pengujian Pasal 256 UU No. 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, karena bertentangan dengan UUD 1945.
Dalam raqan baru yang diajukan tersebut, ungkap Makmur, isinya tidak jauh beda dengan qanun sebelumnya, dan bahkan qanun ini merupakan gabungan dari qanun sebelumnya yaitu Qanun Nomor 2 Tahun 2004 diubah dengan Qanun Nomor 3 Tahun 2005 dan Qanun Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota.
"Persyaratan dukungan pasangan calon dari independen dalam raqan yang kita ajukan itu tetap mengacu kepada UUPA, sebesar 3% dari jumlah penduduk", ujar Makmur.
Menyangkut persyaratan pengajuan calon dari partai (Nasional/Lokal) atau gabungan partai apabila memiliki sebesar 15% dari jumlah kursi di DPRK/DPRA atau 15% dari jumlah akumulasi suara yang sah.
Sedangkan menyangkut perbedaan dengan qanun yang lama tidak begitu banyak, hanya soal penyelesaian sengketa pilkada yang sebelumnya diajukan ke Mahkamah Agung (MA), tetapi dalam raqan itu diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Inipun karena harus melakukan penyesuaian dengan UU Nomor 2 Tahun 2008 yang merupakan perubahan kedua UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. "Sebab dalam UU tersebut dinyatakan penyelesaian sengketa pilkada bukan lagi ke MA, tetapi ke MK", katanya.
Mengenai Kepala Daerah yang sedang menjabat apabila maju kembali dalam pilkada tidak ada persyaratan mundur sementara dari jabatannya. Sedangkan Pimpinan DPRK/DPRA memang dinyatakan harus mengajukan surat pernyataan tidak aktif sementara dari jabatannya. Untuk Anggota DPRK/DPRA/DPR-RI dan DPD-RI hanya cukup melampirkan surat pernyataan pemberitahuan kepada pimpinannya. (Sumber : Serambinews.com)

Kamis, 06 Januari 2011

Pertemuan MK-KPU-Bawaslu : Legal standing untuk Calon Peserta Pemilukada

Tiga Lembaga yang terkait dengan pelaksanaan Pemilu, yakni KPU, Bawaslu dan MK Jum'at (26/11/2010)siang mengadakan pertemuan di Gedung MK Jl. Medan Merdeka Barat, Jakarta. Hadir Ketua MK Mahfud MD, Ketua KPU Prof. Dr. HA. Hafiz Ansyari AZ. MA dan Anggota KPU Prof. Dr. Ir. H. Syamsulbahri, M.Sc serta Anggota Bawaslu Wirdyaningsih.
Pertemuan tertutup di Lantai 15 itu dimaksudkan untuk melakukan koordinasi teknis terkait pelaksanaan Pemilukada.
Sehari sebelumnya, MK memberikan Legal Standing atau Kedudukan Khusus kepada Calon Peserta Pemilukada yang namanya dicoret oleh KPU setempat padahal dia memenuhi persyaratan. "Kemaren MK membuat putusan baru untuk kasus di Jayapura, yakni memberikan kedudukan khusus (legal standing) kepada Calon Peserta Pemilukada untuk mengajukan perkara di MK" ujar Ketua MK.
Menurut Mahfud, saat ini timbul kecendrungan baru. Seseorang yang memenuhi syarat, tetapi namanya dicoret pada saat pengumuman calon peserta, seperti yang terjadi di Kota Jayapura. "untuk kasus Jayapura, permohonan calon peserta dikabulkan, karena orang tersebut telah memenuhi syarat dan diberi SK, tetapi tiba-tiba namanya dicoret dalam pengumuman. Demi keadilan dan mengawasi konstitusi dan demokrasi, Pemilukada dikota itu dibatalkan",ungkapnya. Selain di Kota Jayapura, kasus seperti ini juga terjadi di Kabupaten Belitung Timur, Kabupaten Sorong Selatan dan Kabupaten Banyuwangi.
Kami bertiga (MK-KPU dan Bawaslu) selalu punya semangat yang sama agar Pemilu (Kada) dapat berjalan dengan baik. Visinya sama, yakni menegakkan hukum, demokrasi dan konstitusi, sehingga reformasi dapat berjalan dengan baik. Tetapi persoalan di meja masing-masing itu berbeda. Inilah pentingnya koordinasi semacam ini," tutur Mahfud menerangkan alasannya menggelar pertemuan tersebut.
Sementara itu, Ketua KPU mengatakan, dalam pertemuan itu KPU mendapatkan informasi terkait dengan pertimbangan-pertimbangan hukum terkait putusan MK tersebut. " semangatnya adalah untuk melindungi hak orang dan menegakkan demokrasi berdasarkan konstitusi. Oleh karena itu, KPU dapat memahami dan siap melaksanakan apa yang telah diputuskan oleh MK. KPU juga tidak menginginkan adanya penyimpangan, kecurangan dan hal-hal yang tidak benar dalam penyelenggaraan Pemilukada", ujar Hafiz Ansyari. (Sumber:www.kpu.go.id)

Rabu, 05 Januari 2011

JR-UUPA dikabulkan MK

Mahkamah Konstitusi (MK) membuka peluang bagi Calon Perseorangan untuk maju di Pemilukada di Provinsi Aceh. Pada persidangan dengan agenda pembacaan putusan uji materi atas Undang-undang nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, kamis (30/12/2010), MK membatalkan Pasal yang membatasi Calon Perseorangan untuk maju di Pemilukada Aceh.
MK berpendapat Pasal 256 di UUPA itu jelas jelas tidak memberi peluang bagi empat pemohon yaitu Tami Anshar Mohd Nur, Faurizal, Zainuddin salam dan Hasbi Baday untuk mencalonkan diri/dicalonkan dalam rangka Pemilukada Tahun 2011.
Karenanya Para Pemohon sangat merasa hak-hak konstitusionalnya dilanggar dan dirugikan secara potensial sebagaimana dijamin oleh UUD 1945 terutama sekali Pasal 18 ayat(4), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan (3), Pasal 28I ayat (2)," ucap Ketua MK, Mahfud MD saat mengucapkan Putusan.
Seperti diketahui, Calon Perseorangan hanya bisa maju pada Pilkada NAD Tahun 2006. Pasal 256 UUPA menyebutkan, ketentuan yang mengatur calon perseorangan dalam Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, atau Walikota/Wakil Walikota sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 67 ayat (1) huruf d, berlaku dan hanya dilaksanakan untuk pemilihan pertama kali sejak UUPA diundangkan.
Sebelum putusan dibacakan, Hakim MK Akil Muchtar saat membacakan pertimbangan menguraikan, pemberlakuan norma Pasal 256 UUPA tidak relevan lagi. Jika Pasal tersebut tetap dilaksanakan oleh Penyelenggara Pemilu dalam hal ini KIP Aceh, justru akan akan menimbulkan perlakuan tidak adil kepada setiap orang yang bertempat tinggal di Provinsi Aceh yang akan mencalonkan diri melalui Calon Perseorangan.
MK juga membandingkan status khusus di Aceh dengan status khusus di Papua. "Fakta hukum lainnya, Provinsi Papua yang merupakan daerah otonomi khusus juga memberlakukan Calon Perseorangan di Pemilukada. Berdasarkan pertimbangan tersebut, menurut MK Calon Perseorangan dalam Pemilukada tidak boleh dibatasi pemberlakuannya," kata Akil.
Atas putusan itu, Hasbi Baday yang ditemui usai persidangan mengatakan, putusan itu akan memungkinkan calon yang memiliki kualitas tapi tidak memiliki uang untuk bisa mencalonkan dan dicalonkan di Pemilukada Aceh. Menurut Hasbi, sebenarnya banyak calon yang memiliki kualitas tapi terhalang oleh Pasal 256 UUPA." Selama ini kan banyak yang berkualitas tapi tidak masuk dalam partai karena biayanya mahal," ucapnya.
Hasbi menambahkan, Aceh memiliki kultur unik tentang calon perseorangan. " ini bisa dilihat dari 50% lebih Kepala Daerah di Aceh berasal dari Calon Perseorangan, termasuk gubernurnya," punkasnya.

Bawaslu kunjungi KPU bahas masalah Pemilukada

Menyikapi berbagai permasalahan yang terjadi dalam penyelenggaraan Pemilukada, pada hari selasa (21/12/2010) Komisioner Bawaslu mendatangi Kantor KPU Pusat di Jalan Imam Bonjol No. 12 Jakarta.
Ketua Bawaslu, Nurhidayat Sardini, S.Sos, M.Si, mengatakan, tujuan kunjungan Bawaslu ke KPU adalah untuk berkoordinasi dan berdiskusi dengan KPU mengenai beberapa hal yang menyangkut permasalahan Pemilukada."Hal-hal yang perlu kita diskusikan ini menyangkut masalah di Kutai Barat, Kota Waringin Barat, penanganan pelanggaran di Bima, Manggarai Barat dan Kapuas Hulu. Kemudian juga ada masalah antara KPU Kabupaten/Kota dengan Panwaslu mengenai akses data dan informasi, sesuai dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, sehingga kami juga berharap akses data tersebut dipermudah. Selanjutnya kami juga melihat adanya Peraturan KPU yang normanya masih belum sesuai dengan UU, masalah pelanggaran Pemilukada, dan yang terakhir terkait dengan PTUN. Berbagai masalah tersebut yang kami harap didiskusikan", papar Nurhidayat Sardini.
Selanjutnya Sardini juga menyoroti masalah di Kutai Barat, yaitu terjadinya pemalsuan surat Bawaslu yang dilakukan oleh Panwaslu Kutai Barat, padahal surat tersebut dijadikan salah satu dasar Keputusan KPU Kutai Barat untuk mencoret Bakal Pasangan Calon yang bernama RAMA dan AZIZ (RAJA). Saat ini Bakal Calon telah mengajukan laporan ke Bareskrim. Diharapkan KPU sesuai kewenangannya melakukan upaya yang positif dan surat tersebut tidak boleh dijadikan dasardalam keputusan diatas. Sedangkan untuk masalah penanganan pelanggaran di Bima, Manggarai Barat, dan Kapuas Hulu, dimana Pasangan Calon terpilih sudah dilantik, tapi ada Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, dimana ada anggota tim kampanye pasangan calon tersebut yang dijadikan terpidana namun namanya tercantum dalam tim kampanye yang dilaporkan ke KPU.
Dalam tanggapannya, Anggota KPU Dra. Endang Sulastri, M.Si berpendapat "saya kira masalah ini tidak hanya mengkhususkan Kutai Barat maupun Kota Waringin Barat, namun kesamaan pandangan yang tidak berlaku hanya disalah satu daerah, tetapi berlaku umum. Daerah lain bisa juga mempunyai permasalahan yang sama, oleh karena itu kita harus mempunyai Protap yang sama dalam menyikapi permasalahan ini. Terkait dengan Pidana Pemilu, ini bukan ranah KPU dalam hal menunda atau membatalkan pelantikan. Saat KPU sudah selesai tahapan Pemilukada, persoalan di MK juga sudah selesai berdasarkan putusan. Maka kewajiban KPU untuk menyampaikan kepada DPRD, dan DPRD menyampaikan kepada Gubernur untuk diproses selanjutnya. Jadi kita seharusnya sepakat dan berpegang kepada UU, yang mengatakan Calon itu bisa dibatalkan, kaitannya dengan money politik, tetapi itu sebelum pemungutan suara, yaitu pembatalan sebagai calon," demikian Endang Sulastri.
Untuk masalah akses data antara KPU didaerah dan Panwaslu, Endang Sulastri yang juga Ketua Pokja Pemilukada ini mengungkapkan permasalahan ini harus dilihat juga dari mekanisme yang sebenarnya, apakah ada kewajiban KPU untuk memberikan seluruh fotocopi persyaratan calon yang diserahkan ke KPU, karena dalam UU Nomor 14 Tahun 2008 menegenai Keterbukaan Informasi Publik, dijelaskan bahwa data yang sedang berproses itu sebenarnya tidak bisa diberikan, dan itu harus ada kesepahaman bersama.
Sedangan Anggota KPU, Dr. H. Abdul Aziz, MA menambahkan untuk Peraturan KPU yang dikatakan normanya belum sesuai dengan UU, itu sudah diinventarisir dan Biro Hukum akan melakukan kajian ulang untuk menyusun kembali, dan itu sudah menjadi bagian dari Agenda KPU. Mengenai Anggaran Pemilukada, apabila anggaran itu tidak disediakan secara cukup, maka posisi KPU jelas tidak akan menyelenggarakan Pemilukada. " Persoalan anggaran Pemilukada ini biarkan Mendagri yang mengurusi, dan tugas KPU adalah untuk menyelenggarakan Pemilukada secara baik".ujar Abdul Aziz. (Sumber : http://www.kpu.go.id)

Minggu, 02 Januari 2011

Jelang Pemilukada Gubernur/Wakil Gubernur 2011

Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam hal ini Gubernur/Wakil Gubernur telah didepan mata, maka Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh beserta seluruh jajarannya disetiap Kabupaten/Kota telah bersiap siap menghadapi momen tersebut dengan berbagai rencana, tahapan dan program yang telah disusun.
Salah satu persiapan yang sangat penting adalah menyiapkan operator komputer yang bertugas mengentri data pemilih. Setiap Operator Komputer yang bertugas mengentri data pemilih telah dilatih menggunakan Aplikasi DPTools dan DCPTools.
Kegunaan dari Aplikasi tersebut adalah menganalisis data pemilih yang tidak lengkap, ganda atau tidak memenuhi kriteria sebagai pemilih.
Hal ini sangat penting mengingat data pemilih adalah salah satu unsur yang sangat vital dalam pemilu, sehingga dengan berfokus pada masalah data pemilih diharapkan tidak ada lagi penduduk yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih tidak terdaftar.